JUDUL: TATA CARA MENGAJUKAN GUGATAN DARI LUAR NEGERI
Akhir-akhir ini banyak SMS, WA Message dan Telepon yang masuk di Contact Centre Nomor Whatsapp dan telepon kantor advokat dan pengacara kami di 081217268887 dan 081332880812, yang menanyakan sekaligus mengkonsultasikan tentang tata cara mengajukan Gugatan Perdata pada saat Penggugat berada di Luar negeri. beberapa pertanyaan yang masuk kemudian kami simpulkan sebagai berikut:
- Bagaimana tata cara mengajukan gugatan perdata, pada saat Penggugat berada di Luar Negeri?
- Apabila Saya memberikan kuasa dengan surat kuasa khusus kepada Advokat/pengacara, apakah Saya masih diwajibkan untuk hadir mengkuti persidangan?
- Berapa lama proses persidangan di Pengadilan?
- Bagaimana cara mengajukan Gugatan sesama Warga Negara Indonesia (WNI) sedangkan Penggugat dan Tergugat sama-sama berada di Luar Negeri?
Sebelum mengajukan gugatan, tentukan terlebih dahulu apakah anda yakin mengajukan gugatan sendiri, atau apabila ragu dengan kemampuan anda mengajukan gugatan, anda harus memerlukan Bantuan Hukum dari seorang Pengacara atau Advokat. Seorang Pengacara/ Advokat dapat mewakili kepentingan para pihak dimanapun keberadaannya dengan dasar Surat Kuasa. Pembahasan mengenai surat kuasa akan dibahas di postingan yang lain.
Langkah selanjutnya adalah menentukan dimana gugatan diajukan. Hal ini berkaitan erat dengan kewenangan sebuah pengadilan mengadili suatu perkara (kompetensi). kompetensi dibagi menjadi 2, kompetensi absolut dan kompetensi relatif.
Misalnya perkara gugatan perceraian bagi orang yang beragama islam, Penggugat bertempat tinggal di Madiun, sedangkan Tergugat bertempat tinggal di Ponorogo, pengadilan mana yang berwenang apakah Pengadilan Agama Kabupaten Madiun atau Pengadilan Agama Ponorogo?
Berikut panduan singkat menentukan di pengadilan mana perkara gugat cerai diajukan. Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah:
- Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat (Pasal 73 ayat (1) UU No 7 Tahun 1989);
- Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama / mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (1) UU No 7 Tahun 1989 jo Pasal 32 ayat(2) UU No. 1 Tahun 1974);
- Bila Penggugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat(2) UU No 7 Tahun l989);
- Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama / mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan (Pasal 73 ayat(3) UU No 7 Tahun 1989).
Bahwa berdasarkan uraian singkat diatas, dapat diperoleh jawaban untuk menjawab pertanyaan nomor 1 (satu) yakni: berdasarkan Pasal 73 Ayat 2 UU No 7 tahun 1989, untuk gugatan yang mana Penggugat di luar negeri, caranya yang pertama adalah gugatan diajukan di tempat kediaman pihak Tergugat. Namun kemudian karena Penggugat prinsipal berada di luar negeri, harus menunjuk seorang kuasa yang mewakili Penggugat untuk mengajukan gugatannya ke Pengadilan. Pembahasan khusus mengenai surat kuasa akan penulis bahas pada bab yang lain. penulis menyarankan untuk menunjuk seorang Advokat guna mempermudah tekhnis mengajukan gugatan dari luar negeri.
Dasar hukum Anda memberi kuasa kepada Advokat diatur dalam:
- Pasal 73 UU tentang Peradilan Agama berbunyi: “Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.”
- Pasal 142 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI), “pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian suami istri datang sendiri atau mewakilkan kepada kuasanya.”
- Pasal 142 ayat (2) KHI: “dalam hal suami istri mewakilkan kepada kuasanya, untuk kepentingan pemeriksaan, Hakim dapat memerintahkan yang bersangkutan untuk hadir sendiri.”
- Pasal 6, Perma No 1 tahun 2016, ayat (1) yang berbunyi Para Pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan Mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum. lebih lanjut kemudian dalam ayat 6 diperjelas bagi para pihak yang mempunyai tempat tinggal, kediaman atau kedudukan di luar negeri; dapat diwakilkan oleh Kuasanya.
Berdasarkan Pasal di atas bisa dipahami bahwa Anda bisa memberi kuasa kepada Advokat untuk mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama dan mewakili Anda di persidangan. Namun untuk kepentingan pemeriksaan, bila hakim merasa perlu, ia bisa memerintahkan Anda untuk datang hadir di persidangan.
Terkait surat kuasa yang dibuat di luar negeri harus dilegalisasi oleh pejabat kedutaan dimana Penggugat berada. hal sedemikian telah menjadi yurisprudensi sebagaimana dimaksud dalam oleh Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah Agung R.I. tanggal 18 September 1986 Nomor: 3038 K/Pdt/1981 yang menyatakan antara lain bahwa:
“keabsahan surat kuasa yang dibuat di luar negeri selain harus memenuhi persyaratan formil juga harus dilegalisir lebih dahulu oleh KBRI setempat.”
Putusan MA tersebut juga kemudian diikuti dan menjadi landasan bagi Pengadilan Tinggi Agama Surabaya ketika memutus suatu perkara. Dalam pertimbangan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya No. 60/Pdt.G/2008/PTA.Sby. Pengadilan Tinggi Agama Surabaya antara lain menyatakan:
“untuk keabsahan surat kuasa yang dibuat di luar negeri ditambah lagi persyaratannya, yakni legalisasi pihak KBRI. Tidak menjadi soal apakah surat kuasa tersebut berbentuk di bawah tangan atau Otentik, mesti harus DILEGALISASI KBRI. Syarat ini bertujuan untuk memberi kepastian hukum Pengadilan tentang kebenaran pembuatan surat kuasa di negara yang bersangkutan. Dengan adanya legalisasi tidak ada lagi keraguan atas pemberian kuasa kepada kuasa.”
Dari uraian diatas, diperoleh jawaban untuk pertanyaan nomor 2 (dua), sehingga anda dapat tidak menghadiri persidangan dengan cara menunjuk seorang wakil dengan surat kuasa yang dilegalisasi kedutaan setempat, Namun untuk kepentingan pemeriksaan, bila hakim merasa perlu, ia bisa memerintahkan Anda untuk datang hadir di persidangan.
Pertanyaan ketiga adalah berapa lama proses perkara perdata bisa diselesaikan? pertanyaan ini sebetulnya harus disederhanakan sebagai berikut, berapa lama proses pekara perdata diselesaikan di tingkat pertama dan tingkat banding? jawababnya dapat dilihat pada Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Perkara di Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat Banding pada 4 (Empat) Lingkungan Peradilan.
Pokok-pokok Surat Edaran dimaksud antara lain:
- Penyelesaian perkara pada Pengadilan Tingkat Pertama paling lambat dalam waktu 5 (lima) bulan termasuk penyelesaian minutasi. Terhadap sifat dan keadaan perkara tertentu yang penyelesaian perkaranya memakan waktu lebih dari 5 bulan, maka Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut harus membuat laporan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dengan tembusan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding dan Ketua Mahkamah Agung;
- Penyelesaian perkara pada Pengadilan Tingkat Banding paling lambat dalam waktu 3 (tiga) bulan termasuk penyelesaian minutasi. Terhadap sifat dan keadaan perkara tertentu yang penyelesaian perkaranya memakan waktu lebih dari 3 bulan, maka Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut harus membuat laporan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding dengan tembusan ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung;
- Ketentuan tenggang waktu tersebut tidak berlaku terhadap perkara-perkara khusus yang sudah ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan;
- Untuk efektifitas monitoring terhadap kepatuhan penanganan perkara sesuai dengan jangka waktu di atas, agar memasukkan data perkara dalam sistem informasi manajemen perkara berbasis elektronik tepat waktu.
Pertanyaan selanjutnya adalah, Bagaimana cara mengajukan Gugatan sesama Warga Negara Indonesia (WNI) sedangkan Penggugat dan Tergugat sama-sama berada di Luar Negeri?.
secara umum Ada asas hukum yang berbunyi “Actor Sequitur Forum Rei. Asas tersebut kemudian dikonkritkan dan diatur dalam Pasal 118 ayat (1) Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”) yang menentukan bahwa yang berwenang mengadili suatu perkara adalah Pengadilan Negeri tempat tinggal atau kediaman pihak tergugat.
Menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya, Hukum Acara Perdata (hal. 192-202), penerapan pasal tersebut tidaklah mutlak. Terdapat 7 patokan dalam menentukan kewenangan relatif pengadilan berdasarkan Pasal 118 HIR/Pasal 142 RBg, yakni:
- Actor Sequitur Forum Rei (gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri pada tempat tinggal tergugat);
- Actor Sequitur Forum Rei dengan Hak Opsi (dalam hal ada beberapa orang tergugat, gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri pada tempat tinggal salah satu tergugat atas pilihan penggugat);
- Actor Sequitur Forum Rei Tanpa Hak Opsi, tetapi berdasarkan tempat tinggal debitur principal (dalam hal para tergugat salah satunya merupakan debitur pokok/debitur principal, sedangkan yang selebihnya berkedudukan sebagai penjamin, maka gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri pada tempat tinggal debitur pokok/principal);
- Pengadilan Negeri di Daerah Hukum Tempat Tinggal Penggugat (dalam hal tempat tinggal atau kediaman tergugat tidak diketahui);
- Forum Rei Sitae (Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri berdasarkan patokan tempat terletak benda tidak bergerak yang menjadi objek sengketa);
- Kompetensi Relatif Berdasarkan Pemilihan Domisili (para pihak dalam perjanjian dapat menyepakati domisili pilihan yakni menyepakati untuk memilih Pengadilan Negeri tertentu yang akan berwenang menyelesaikan sengketa yang timbul dari perjanjian);
- Negara atau Pemerintah dapat Digugat pada Setiap PN (dalam hal Pemerintah Indonesia bertindak sebagai penggugat atau tergugat mewakili negara, gugatan dapat diajukan ke Pengadilan Negeri di mana departemen yang bersangkutan berada).
Pasal 118 ayat (3) HIR yang menentukan gugatan diajukan pada Pengadilan Negeri tempat tinggal penggugat (sebagaimana disebut dalam poin 4 di atas). Dan selanjutnya Ketua PN menyampaikan gugatan tersebut melalui Direktorat Jenderal Protokol pada Kementerian Luar Negeri untuk memanggil tergugat yang berada di luar negeri.
Lebih jauh Sujatmiko menjelaskan, karena Direktorat Jenderal Protokol ini berlokasi di Jakarta Pusat, maka pada umumnya gugatan terhadap tergugat yang berada di luar negeri, diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Meskipun misalnya penggugat ternyata mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Cirebon (contoh), pemanggilan tergugat juga akan melalui delegasi ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk kemudian gugatan tersebut disampaikan melalui Direktorat Jenderal Protokol pada Kementerian Luar Negeri.
Ketentuan serupa dapat kita temui dalam Pasal 20 ayat (3) PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur bahwa dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat. Kemudian, Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.
lantas bagaimana apabila kedua-duanya berada di luar negeri, Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama / mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan (Pasal 73 ayat(3) UU No 7 Tahun 1989).
KONSULTASI HUKUM GRATIS SILAHKAN CHAT DAN TLP: 081-217-26-8887