Penipuan sangat marak terjadi di Ponorogo bahkan perjudian yang selama ini mendominasi perkara kriminal di Ponorogo, bisa kalah dengan perkara Penipuan di Tahun 2019 ini. Kapolres Ponorogo AKBP Arief Fitrianto saat rilisnya akhir tahun Selasa,(31/12/2019) di Mapolres Ponorogo memaparkan, Dari keseluruhan kasus kriminal di Satreskrim Polres Ponorogo, perjudian yang selalu menduduki peringkat pertama, kali ini dikalahkan oleh penipuan. Perjudian tahun 2019 sebanyak 46 kasus, sedangkan kasus penipuan dengan jumlah sebanyak 48 kasus.
Secara umum, sepanjang tahun 2019 ini, kasus-kasus kriminal di wilayah hukum Polres Ponorogo secara kuantitas mengalami penurunan hingga 34,8 persen. Akan tetapi secara kualitas atau penyelesaian kasus malah naik hingga 31,12 persen. Dari 302 kasus masuk pada 2019, yang dapat diselesaikan sebanyak 208. Sedangkan pada 2018 dari 399 kasus yang berhasil diselesaikan adalah 263. Kasus didominasi oleh penipuan, lalu judi, pencurian kendaraan roda 2 dan 4,” .
Perkara yang menyita publik menurut Pengacara Ponorogo di tahun 2019 lalu adalah kasus warga Desa Tanjungsari, Kecamatan Jenangan yang menjadi korban perkara penipuan dengan nilai hampir 1 Miliar yang dilakukan oleh Pasangan suami-istri Sholehudin dan Erni asal Mojoagung, Jombang, yang tega menipu korban senilai hampir Rp 1 Miliar dengan iming-iming dan janji anak korban bisa masuk Akpol tanpa tes.
Belajar dari perkara diatas Pengacara Ponorogo ingin berbagi ilmu hukum tentang apa itu “Tindak Pidana Penipuan”. Tindak Pidana penipuan diatur dalam pasal 378 KUHP yang berbunyi: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun” .
Unsur-Unsur Delik Penipuan Dalam KUHP Didalam KUHP, tentang penipuan terdapat dalam Buku II Bab XXV. Keseluruhan pasal pada Bab XXV ini dikenal dengan nama “bedrog” atau perbuatan curang. Bentuk pokok dari bedrog atau perbuatan curang adalah Pasal 378 KUHP tentang penipun. Berdasarkan rumusan tersebut diatas, maka Tindak Pdana Penipuan memiliki unsur pokok, yakni :
- Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Secara sederhana penjelasan dari unsur ini yaitu tujuan terdekat dari pelaku artinya pelaku hendak mendapatkan keuntungan. Keuntungan itu adalah tujuan utama pelaku dengan jalan melawan hukum, jika pelaku masih membutuhkan tindakan lain, maka maksud belum dapat terpenuhi. Dengan demikian maksud ditujukan untuk menguntungkan dan melawan hukum, sehingga pelaku harus mengetahui bahwa keuntungan yang menjadi tujuannya itu harus bersifat melawan hukum.
- Dengan menggunakan salah satu atau lebih alat penggerak penipuan (nama palsu, martabat palsu/ keadaan palsu, tipu muslihat dan rangkaian kebohongan). Maksudnya adalah sifat penipuan sebagai tindak pidana ditentukan oleh cara-cara dengan mana pelaku menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang (R. Soenarto Soerodibroto, 1992 : 241).Adapun alat-alat penggerak yang dipergunakan untuk menggerakkan orang lain adalah sebagai berikut :
- Nama Palsu, dalam hal ini adalah nama yang berlainan dengan nama yang sebenarnya meskipun perbedaan itu nempaknya kecil. Lain halnya jika si penipu menggunakan nama orang lain yang sama dengan namanya dengan ia sendiri, maka ia dapat dipersalahkan melakukan tipu muslihat atau susunan belit dusta.
- Tipu Muslihat, yang dimaksud dengan tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga perbuatan itu menimbulkan kepercayaan atau keyakinan atas kebenaran dari sesuatu kepada orang lain. Jika tipu muslihat ini bukanlah ucapan melainkan perbuatan atau tindakan.
- Martabat / keadaan Palsu, pemakaian martabat atau keadaan palsu adalah bilamana seseorang memberikan pernyataan bahwa ia berada dalam suatau keadaan tertentu, yang mana keadaan itu memberikan hak-hak kepada orang yang ada dalam keadaan itu.Rangkaian Kebohongan, beberapa kata bohong saja dianggap tidak cukup sebagai alat penggerak. Hal ini dipertegas oleh Hoge Raad dalam arrestnya 8 Maret 1926 (Soenarto Soerodibrooto, 1992 : 245), bahwa :
“Terdapat suatu rangkaian kebohongan jika antara berbagai kebohongan itu terdapat suatu hubungan yang sedemikian rupa dan kebohongan yang satu melengkapi kebohongan yang lain sehingga mereka secara timbal balik menimbulkan suatu gambaran palsu seolah-olah merupakan suatu kebenaran”.
Jadi rangkaian kebohongan Itu harus diucapkan secara tersusun, sehingga merupakan suatu cerita yang dapat diterima secara logis dan benar. Dengan demikian kata yang satu memperkuat / membenarkan kata orang lain.
- Menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu barang, atau memberi utang, atau menghapus utang.
Dalam perbuatan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang diisyaratkan adanya hubungan kausal antara alat penggerak dan penyerahan barang. Hal ini dipertegas oleh Hoge Raad dalam arrestnya Tanggal 25 Agustus 1923 (Soenarto Soerodibroto, 1992 : 242) bahwa : “Harus terdapat suatu hubungan sebab musabab antara upaya yang digunakan dengan penyerahan yang dimaksud dari itu. Penyerahan suatu barang yang terjadi sebagai akibat penggunaan alat-alat penggerak dipandang belum cukup terbukti tanpa menguraikan pengaruh yang ditimbulkan karena dipergunakannya alat-alat tersebut menciptakan suatu situasi yang tepat untuk menyesatkan seseorang yang normal, sehingga orang tersebut terpedaya karenanya, alat-alat penggerak itu harus menimbulkan dorongan dalam jiwa seseorang sehingga orang tersebut menyerahkan sesuatu barang.”
Adapun Unsur-unsur tindak pidana Penipuan menurut Moeljatno (2002 : 70) adalah sebagai berikut :
- Ada seseorang yang dibujuk atau digerakkan untuk menyerahkan suatu barang atau membuat hutang atau menghapus piutang. Barang itu diserahkan oleh yang punya dengan jalan tipu muslihat. Barang yang diserahkan itu tidak selamanya harus kepunyaan sendiri, tetapi juga kepunyaan orang lain.
- Penipu itu bermaksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain tanpa hak. Dari maksud itu ternyata bahwa tujuannya adalah untuk merugikan orang yang menyerahkan barang itu.
- Yang menjadi korban penipuan itu harus digerakkan untuk menyerahkan barang itu dengan jalan : pertama, Penyerahan barang itu harus akibat dari tindakan tipu daya; dan kedua, Sipenipu harus memperdaya sikorban dengan satu akal yang diatur dalam Pasal 378 KUHP.
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan tersebut diatas, maka seseorang baru dapat dikatakan telah melakukan tindak penipuan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 378 KUHP, apabila unsur-unsur yang disebut didalam Pasal 378 KUHP terpenuhi, maka pelaku dijatuhi pidana.
Selain perkara kriminal, Kapolres Ponorogo saat rilis tersebut juga memaparkan dan menegaskan akan naiknya kasus kecelakaan lalu lintas( laka lantas) yang mengalami kenaikan tajam. hal sedemikian terlihat jelas pada data yang tercatat pada sepanjang tahun 2018 terdapat 716 kasus laka lantas dengan jumlah meninggal dunia sebanyak 91 orang, maka pada 2019 justru naik hingga 6,42 persen atau sebesar 760 kasus laka lantas. Dengan jumlah korban meninggal dunia 130 orang.
Melihat data yang sedemikian rupa Kapolres menekankan dan akan terus mengkampanyekan “Police goes to school” untuk melakukan sosialisasi pelarangan membawa kendaraan bermotor ke sekolah, karena korban laka lantas sebagain besar adalah usia produktif atau pelajar.
bahwa ini Pekerjaan Rumah kita besama, untuk lebih giat sosialisasi ke sekolah-sekolah atau police goes to school. Sebab anak-anak sekolah benar tidak membawa motor dan tidak parkir di sekolah tapi dititipkan ke rumah-rumah penduduk tetangga sekolah. Untuk itulah pentingnya kami sosialisasikan juga kepada penduduk di sekitar sekolah adanya pelarangan membawa motor ke sekolah.